Mencermati Cara Menghitung PPh Lengkap dan Tepat

Tifani
Oleh Tifani
17 Mei 2023, 13:29
Ilustrasi Cara Menghitung PPh
ANTARA FOTO/FOTO/Yudi/Lmo/foc.
Pegawai melayani Wajib Pajak (WP) yang akan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak di salah satu pusat perbelanjaan di Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (20/3/2023). KPP Pratama Medan Petisah membuka layanan pojok pajak di pusat perbelanjaan yang bertujuan untuk mempermudah pelaporan SPT Tahunan.

PPh merupakan besaran nilai pajak yang harus di bayarkan oleh wajib pajak atas penghasilan yang ia dapatkan dengan kriteria tertentu. Wajib pajak yang dimaksud dapat berupa perseorangan maupun badan.

Baik perseorangan maupun badan harus mengetahui cara menghitung PPh. Sebab, hal ini diperlukan saat pelaporan pajak yang dilakukan setiap tahunnya.

Cara Menghitung PPh

Ilustrasi pajak , PPN , PPH
Ilustrasi pajak , PPN , PPH (123rf.com)

Cara menghitung PPh harus berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dasar hukum PPh terutang yakni Undang-undang (UU) Nomor 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan juncto UU Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.

Terkait perhitungannya, antara wajib pajak orang pribadi dan badan usaha tentu memiliki perbedaan. Berikut ini perincian terkait cara menghitung PPh terutang untuk wajib pajak orang pribadi dan untuk wajib pajak badan.

Cara Menghitung PPh Perseorangan atau Pribadi

PELAPORAN SPT PAJAK TAHUNAN
PELAPORAN SPT PAJAK TAHUNAN (ANTARA FOTO/Yudi/Lmo.hp.)

Cara menghitung PPh perseorangan atau pribadi didasarkan atas jumlah penghasilan yang didapatkan. Penentuan tarifnya diatur dalam Pasal 17 UU PPh. Adapun, tarif yang dikenakan, adalah sebagai berikut:

  • 5% bagi penghasilan 0-Rp 50.000.00 per tahun
  • 15% bagi penghasilan Rp 50.000.000 sampai Rp 250.000.000 per tahun
  • 25% bagi penghasilan Rp 250.000.000 sampai Rp 500.000.000 per tahun
  • 30% bagi penghasilan Rp 500.000.000 sampai Rp 5.000.000.000 per tahun
  • 35% bagi penghasilan lebih dari Rp 5.000.000.000 per tahun

Sebagai informasi, bagi wajib pajak yang tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP), akan dikenakan tarif 20% lebih tinggi dibandingkan wajib pajak yang memiliki NPWP.

Selain tarif yang telah disebutkan, wajib pajak orang pribadi juga dikenakan PPh terutang lain di luar penghasilan dari pekerjaan. Penghasilan yang diterima seorang wajib pajak di luar pendapatan dari kegiatan pekerjaan, juga dikenakan PPh.

Hal ini karena penghasilan diartikan sebagai objek pajak itu sendiri, yakni setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak. Baik berasal dari dalam maupun luar negeri, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Misalnya, tambahan uang yang diterima ketika seorang wajib pajak menerima pesangon kala terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Meski demikian, pengenaan tarif pajak atas uang pensiun ini tidak seperti tarif PPh pada umumnya.

Terhadap uang pesangon, tarif PPh terutang yang dibebankan adalah bersifat final. Hal ini telah diatur dalam PMK 16/PMK.03/2010.

Sedangkan, untuk uang pesangon diatur dalam Pasal 3 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010 menyebutkan tarif PPh ditetapkan sebesar:

  • 0% atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta.
  • 5% atas penghasilan bruto di atas Rp 50 juta sampai dengan Rp 100 juta.
  • 15% atas penghasilan bruto di atas Rp 100 juta sampai dengan Rp 500 juta.
  • 25% atas penghasilan bruto di atas Rp 500 juta.

Aturan besaran tarif PPh terutang ini juga berlaku terhadap tambahan penghasilan berupa uang pensiun. Selain itu, apabila wajib pajak berhenti kerja dan memutuskan untuk menarik uang jaminan hari tua (JHT) yang terdapat dalam Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan, juga dikenakan PPh.

Terkait uang manfaat JHT, besaran tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan, tercantum dalam Pasal 4 Ayat (1) PMK 16/PMK.03/2010. Dalam pasal tersebut, tarif PPh Pasal 21 untuk JHT dibagi menjadi dua, sesuai penghasilan bruto (manfaat JHT) yang diterima.

Atas penghasilan bruto sampai dengan Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 yang dikenakan adalah sebesar 0%. Sementara, untuk penghasilan bruto di atas Rp 50 juta, tarif PPh Pasal 21 ditetapkan sebesar 5%.

Tak hanya itu, PPh terutang juga dikenakan apabila wajib pajak orang pribadi juga mendapatkan penghasilan dari aktivitas perdagangan saham, perdagangan aset kripto, serta menerima pembagian laba dari investasi atau dividen. Atas beberapa aktivitas ini, PPh terutang yang dikenakan bersifat final.

Halaman:
Editor: Intan
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...